Pendapat dari beberapa pakar mengenai korupsi juga dapat dijelaskan
seperti Juniadi Suwartojo (1997) menyatakan bahwa korupsi ialah tingkah laku
atau tindakan seseorang atau lebih yang melanggar norma-norma yang berlaku
dengan menggunakan dan/atau menyalahgunakan kekuasaan atau
kesempatan melalui proses pengadaan, penetapan pungutan penerimaan atau
pemberian fasilitas atau jasa lainnya yang dilakukan pada kegiatan penerimaan
dan/atau pengeluaran uang atau kekayaan, penyimpanan uang atau kekayaan
serta dalam perizinan dan/atau jasa lainnya dengan tujuan keuntungan pribadi
atau golongannya sehingga langsung atau tidak langsung merugikan
kepentingan dan/atau keuangan negara/masyarakat.
Sementara Brooks memberikan pengertian korupsi yaitu: “Dengan sengaja
melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang diketahui sebagai kewajiban,
atau tanpa hak menggunakan kekuasaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan
yang sedikit banyak bersifat pribadi.” Selanjutnya Alfiler menyatakan bahwa korupsi
adalah: “Purposive behavior which may be deviation from an expected norm but is
undertake nevertheless with a view to attain materials or other rewards.”
Bahkan Klitgaard membuat persamaan sederhana untuk menjelaskan pengertian
korupsi sebagai berikut:
■ C = Corruption / Korupsi
■ M = Monopoly / Monopoli
■ D = Discretion / Diskresi / keleluasaan
■ A = Accountability / Akuntabilitas
Persamaan di atas menjelaskan bahwa korupsi hanya bisa terjadi apabila
seseorang atau pihak tertentu mempunyai hak monopoli atas urusan tertentu
serta ditunjang oleh diskresi atau keleluasaan dalam menggunakan
kekuasaannya, sehingga cenderung menyalahgunakannya, namun lemah
dalam hal pertanggung jawaban kepada publik (akuntabilitas).
Beberapa pengertian di atas menyoroti korupsi sebagai perilaku merugikan
yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa pihak dan tidak secara eksplisit
disebutkan apakah dari unsur birokrasi, swasta, maupun masyarakat. Karena
pada dasarnya tindakan korupsi bukan saja terjadi di sektor pemerintahan
tetapi juga dalam dunia bisnis dan bahkan dalam masyarakat. Dari beberapa
pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa korupsi bukan saja dilakukan oleh
kalangan birokrat, tetapi juga kalangan di luar birokrasi. Arti maupun
pendefinisian tindakan korupsi juga memiliki berbagai sudut pandang yang
cukup berbeda. Namun demikian, suatu tindakan dapat dikategorikan
korupsi—siapa pun pelakunya—apabila memenuhi unsur-unsur:
C = M + D – A
1.
Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan.
2.
Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta atau masyarakat
umumnya.
3.
Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan
khusus.
4.
Dilakukan dengan rahasia, kecuali dengan keadaan dimana orang-orang
berkuasa atau bawahannya menganggapnya tidak perlu.
5.
Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak.
6.
Adanya kewajiban dan keuntungan bersama dalam bentuk uang atau
yang lain.
7.
Terpusatnya kegiatan (korupsi) pada mereka yang menghendaki
keputusan yang pasti dan mereka yang dapat mempengaruhinya.
8.
Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk-bentuk
pengesahan hukum.
9.
Menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif pada mereka yang
melakukan korupsi.
Tim peneliti menyimpulkan bahwa korupsi dapat diartikan sebagai
tindakan dan perilaku yang menyimpang atau melanggar aturan, norma, dan
etika dengan menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki, mengingkari amanat
yang diemban untuk kepentingan memperkaya diri sendiri, kerabat ataupun
orang lain. Studi yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia
menunjukkan bahwa praktek-praktek korupsi dapat diidentifikasi meliputi: (1)
manipulasi uang negara; (2) praktek suap dan pemerasan; (3) politik uang; dan
(4) kolusi bisnis.
Pada dasarnya praktek korupsi dapat dikenal dalam berbagai bentuk
umum
yaitu:
(1)
bribery
(penyuapan);
(2)
embezzlement
(penggelapan/pencurian); (3) fraud (penipuan); (4) extortion (pemerasan); dan
(5) favouritism (favoritisme). Kelima bentuk ini secara konsep seringkali
overlapping satu sama lain, di mana masing-masing istilah digunakan secara
bergantian. Untuk lebih mudah dalam membedakan satu konsep dengan yang
lainnya, Amundsen (2000) menjelaskan masing-masing pengertian konsep
secara detail. Penyuapan didefinisikan sebagai “Bribery is the payment (in money
or kind) that is given or taken in a corrupt relationship” (Amundsen, 2000: 2). Jadi
penyuapan adalah pembayaran (dalam bentuk uang atau sejenisnya) yang
diberikan atau diambil dalam hubungan korupsi. Sehingga esensi korupsi
dalam konteks penyuapan adalah baik tindakan membayar maupun menerima
suap.
Beberapa istilah yang memiliki kesamaan arti dengan penyuapan adalah
kickbacks, gratuities, baksheesh, sweeteners, pay-offs, speed money, grease money.
Jenis-jenis penyuapan ini adalah pembayaran untuk memuluskan atau
memperlancar urusan, terutama ketika harus melewati proses birokrasi formal.
Dengan penyuapan ini pula maka kepentingan perusahaan atau bisnis dapat
dibantu oleh politik, dan menghindari tagihan pajak serta peraturan mengikat
lainnya, atau memonopoli pasar, ijin ekspor/impor dsb. Lebih lanjut
Page 8
Amundsen menjelaskan bahwa penyuapan ini juga dapat berbentuk pajak
informal, ketika petugas terkait meminta biaya tambahan (under-the-table
payments) atau mengharapkan hadiah dari klien, serta bentuk donasi bagi
pejabat atau petugas terkait.
Sedangkan penggelapan atau
embezzlement didefinisikan sebagai
“embezzlement is theft of public resources by public officials, which is another form of
misappropiation of public funds” (Amundsen, 2000, 3). Jadi, ini merupakan
tindakan kejahatan menggelapkan atau mencuri uang rakyat yang dilakukan
oleh pegawai pemerintah atau aparat birokrasi. Penggelapan ini juga bisa
dilakukan oleh pegawai di sektor swasta. Adapun fraud atau penipuan
diartikan sebagai “fraud is an economic crime that involves some kind of trickery,
swindle or deceit (Amundsen, 2000: 3). Fraud adalah kejahatan ekonomi yang
berwujud kebohongan, penipuan, dan perilaku tidak jujur. Jenis korupsi ini
merupakan kejahatan ekonomi yang terorganisir dan melibatkan pejabat. Dari
segi tingkatan kejahatan, istilah fraud ini merupakan istlah yang lebih populer
dan juga istilah hukum yang lebih luas dibandingkan dengan bribery dan
embezzlement. Dengan kata lain fraud relatif lebih berbahaya dan berskala lebih
luas dibanding kedua jenis korupsi sebelumnya. Kerjasama antar
pejabat/instansi dalam menutupi satu hal kepada publik yang berhak
mengetahuinya merupakan contoh dari jenis kejahatan ini.
Bentuk korupsi lainya adalah extortion atau pemerasan yang didefinisikan
sebagai ”extortion is money and other resources extracted by the use of coercion,
violance or the threats to use force” (Amundsen, 2000: 4). Korupsi dalam bentuk
pemerasan adalah jenis korupsi yang melibatkan aparat yang melakukan
pemaksaan atau pendekatan koersif untuk mendapatkan keuntungan sebagai
imbal jasa atas pelayanan yang diberikan. Pemerasan ini dapat berbentuk “from
below” atau “from above”. Sedangkan yang dimaksud dengan “from above”
adalah jenis pemerasan yang dilakukan oleh aparat pemberi layanan terhadap
warga
Kamis, 25 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar