Senin, 18 Januari 2010

SISTEM KEKERABATAN

Dalam masyarakat Madura, ikatan kekerabatan terbentuk melalui garis keturunan, baik dari keluarga berdasarkan garis ayah maupun garis ibu (paternal and maternal relatives). Pada umumnya, ikatan kekerabatan antarsesama anggota keluarga lebih erat dari garis keturunan ayah sehingga cenderung "mendominasi". Ikatan kekerabatan orang Madura mencakup sampai empat generasi ke atas (ascending generations) dan ke bawah (descending generations) dari ego.

Dalam sistem kekerabatan masyarakat Madura dikenal tiga kategori sanak keluarga atau kerabat (kinsmen), yaitu:
1. Taretan Dalem (kerabat inti atau core kin),
2. Taretan Semma’ (kerabat dekat atau close kin), dan
3. Taretan Jau (kerabat jauh atau peripheral kin).
Di luar ketiga kategori ini disebut sebagai oreng lowar (orang luar) atau "bukan saudara". Dalam kenyataannya, meskipun seseorang sudah dianggap sebagai oreng lowar tetapi bisa jadi hubungan persaudaraannya lebih akrab daripada kerabat inti, misalnya karena adanya ikatan perkawinan atau kin group endogamy.

Hubungan sosial yang sangat akrab dapat pula dibangun oleh orang Madura dengan orang-orang di luar lingkungan kerabat tanpa memperhatikan asal-usul kelompok etnik. Biasanya hubungan sosial itu selain didasarkan pada adanya kesamaan dalam dimensi primordial, tidak jarang terjadi juga karena faktor kesamaan kepentingan di bidang ekonomi dan politik. Bila kualitas hubungan sampai mencapai tingkatan yang sangat akrab, mereka akan dianggap dan diperlakukan sebagai keluarga atau kerabat (taretan). Sebaliknya, ada kalanya anggota keluarga (taretan termasuk taretan ereng) justru dianggap dan diperlakukan sebagai oreng (bukan keluarga atau kerabat) jika kualitas hubungan kekerabatannya sangat rendah, misalnya karena adanya perselisihan tentang harta warisan. Dalam ungkapan Madura, hal yang demikian disebut oreng daddi taretan, taretan daddi oreng. Artinya, orang lain yang bukan keluarga dapat dianggap sebagai saudara, sebaliknya saudara sendiri dapat dianggap sebagai bukan keluarga. Dalam konteks ini, unsur kekerabatan orang Madura mengandung makna inklusivitas sehingga memberi ruang bagi terwujudnya integrasi sosial dengan kelompok etnik lain.

A.4 KEKHASAN KULTURAL

Kekhususan kultural tampak antara lain pada ketaatan, ketundukan, dan kepasrahan mereka secara hierarkis kepada empat figur utama dalam berkehidupan, lebih-lebih dalam praksis keberagamaan. Keempat figur itu adalah Buppa,’ Babbu, Guru, ban Rato (Ayah, Ibu, Guru, dan Pemimpin pemerintahan). Kepada figur-figur utama itulah kepatuhan hierarkis orang-orang Madura menampakkan wujudnya dalam kehidupan sosial budaya mereka.
Kepatuhan atau ketaatan kepada Ayah dan Ibu (buppa’ ban Babbu’) sebagai orangtua kandung sudah jelas, tegas, dan diakui keniscayaannya. Secara kulturak ketaatan dan ketundukan seseorang kepada kedua orangtuanya adalah mutlak. Jika tidak, ucapan atau sebutan kedurhakanlah ditimpakan kepadanya oleh lingkungan sosiokultural masyarakatnya. Bahkan, dalam konteks budaya mana pun kepatuhan anak kepada kedua orangtuanya menjadi kemestian secara mitlak, tidak dapat dinegosiasikan, maupun diganggu gugat. Yang mungkin berbeda, hanyalah cara dan bentuk dalam memanifestasikannya. Kepatuhan mutlak itu tidak terkendala oleh apa pun, sebagai kelaziman yang ditopang oleh faktor genealogis. Konsekuensi lanjutannya relatif dapat dipastikan bahwa jika pada saat ini seseorang (anak) patuh kepada orangtuanya maka pada saatnya nanti dia ketika menjadi orangtua akan ditaati pula oleh anak-anaknya. Itulah salah satu bentuk pewarisan nilai-nilai kultural yang terdiseminasi. Siklus secara kontinu dan sinambung itu kiranya akan berulang dan berkelanjutan dalam kondisi normal, wajar, dan alamiah, kecuali kalau pewarisan nilai-nilai kepatuhan itu mengalami keterputusan yang disebabkan oleh berbagai kondisi, faktor, atau peristiwa luarbiasa.
Kepatuhan orang-orang Madura kepada figur guru berposisi pada level-hierarkis selanjutnya. Penggunaan dan penyebutan istilah guru menunjuk dan menekankan pada pengertian Kiai-pengasuh pondok pesantren atau sekurang-kurangnya Ustadz pada “sekolah-sekolah” keagamaan. Peran dan fungsi guru lebih ditekankan pada konteks moralitas yang dipertalikan dengan kehidupan eskatologis ─ terutama dalam aspek ketenteraman dan penyelamatan diri dari beban atau derita di alam kehidupan akhirat (morality and sacred world). Oleh karena itu, ketaatanorang-orang Madura kepada figur guru menjadi penanda khas budaya mereka yang ─ mungkin ─ tidak perlu diragukan lagi keabsahannya.
Kepatuhan orang Madura kepada figur Rato (pemimpin pemerintahan) menempati posisi hierarkis keempat. Figur Rato dicapai oleh seseorang ─ dari mana pun etnik asalnya ─ bukan karena faktor genealogis melainkan karena keberhasilan prestasi dalam meraih status. Dalam realitasnya, tidak semua orang Madura diperkirakan mampu atau berkesempatan untuk mencapai posisi sebagai Rato, kecuali 3 atau 4 orang (sebagai Bupati di Madura) dalam 5 hingga 10 tahun sekali. Itu pun baru terlaksana ketika diterbitkan kebijakan nasional berupa Undang-Undang tentang Otonomi Daerah, tahun 1999 yang baru lalu.
Oleh karena itu, kesempatan untuk menempati figur Rato pun dalam realitas praksisnya merupakan kondisi langka yang relatif sulit diraih oleh orang Madura. Dalam konteks itulah dapat dinyatakan bahwa sepanjang hidup orang-orang Madura masih tetap dalam posisi yang senantiasa harus patuh. Begitulah posisi subordinatif-hegemonik yang menimpa para individu dalam entitas etnik Madura.

stereotip madura

1. Mayoritas lelaki Madura itu perokok. Kemana pun, dimana pun, dalam kondisi apapunm baik di dalam bus, angkot, feri, perahu, rumah makan, selalu saya melihat lelaki Madura dengan rokoknya. Nggak pernah saya temui lelaki Madura nggak merokok. Rokok yang disukainya adalah jenis kretek, entah dji sam soe, djarum, atau topamas. Baunya… alhamdulillah, membuat orang susah bernafas.
2. Perempuan Madura itu jenis pesolek yang suka pamer perhiasan emasnya. Kalau dia memiliki lima cincin emas, maka kelimanya akan dipajang di kelima jarinya. Jika dia memiliki tiga kalung emas, maka ketiga kalung itu akan dikenakannya sekaligus di lehernya. Renteng-renteng. Gaya ‘jreng’ begini erat hubungannya dengan gengsi dan harga diri. Dengan memakai semua emasnya seolah dia ingin mengatakan berasal dari keluarga orang berada, atau punya suami yang dapat dibanggakan.
3. Orang Madura bangga dengan gelar hajinya. Itu sebabnya mereka selalu menyisihkan penghasilannya untuk ongkos naik haji. Begitu bangganya akan haji ini membuat orang Madura melakukan pesta besar-besaran menjelang keluarganya berangkat haji dan sepulangnya. Seluruh warga kampung diundang, rumah dihias seindah-indahnya. Biasanya dengan tulisan ‘Menyambut kedatangan haji Sobirun lalalala dari tanah suci.” Jangan heran jika bea pesta penyambutan ini lebih besar dari ongkos naik haji sendiri.
4. Orang Madura suka pesta, terutama pesta pernikahan. Inilah pesta terbesar setelah pesta hari raya haji yang berhubungan dengan penyambutan jemaah haji pulang. Pesta pernikahan begitu wah, sampai harus memotong sapi. Ongkos pesta begitu besar, untungnya ditanggung semua keluarga besar. Kekerabatan antar orang Madura memang kuat. Pada saat pesta, para undangan akan berlomba-lomba memakai pakaian terbaik mereka dengan semua perhiasan emasnya. Inilah ajang pamer sekaligus kekerabatan.
5. Etnis Madura itu sangat menjunjung harga diri. Prinsip ngapotek tolang abongo poteh mata atau lebih baik berputih tulang daripada berputih mata mereka junjung tinggi. Itulah sebabnya jika harga diri mereka terluka, caroklah penyelesainnya. Apa saja yang mengganggu harga diri itu? Diantaranya tanah dan istri. Jadi jangan coba-coba mengambil tanah mereka secara licik, karena akan mereka pertahankan sampai mati. Dan jangan berani menganggu perempuan mereka, karena matilah jawabannya.
6. Orang Madura sangat menghormati orang yang dituakan, diantaranya kiai, guru, dan orangtua. Bahkan apa kata kiai itulah kata mereka. Ingat kasus nipah, ketika petani di Nipah mempertahankan tanah mereka yang diambil paksa pemerintah untuk dibuat waduk? Pada saat itu para petani yang dipimpin KH Alawi mempertahankan tanahnya mati-matian. Banyak petani yang menjadi korban karena ditembaki polisi dan tentara.
7. Etnis Madura itu suku pengembara dan pantang menyerah menghadapi susahnya kehidupan. Nggak percaya? Jika Anda berjalan-jalan ke pelosok nusantara, bahkan ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, bahkan Australia, pasti akan menemukan orang Madura. Orang Madura memang ada dimana-mana, umumnya mereka bekerja pada sektor ‘kotor’ yang enggan dijamah suku lain seperti rop-orop atau pengepul barang bekas hingga pedagang. Mereka meninggalkan kampung halamannya demi mencari penghidupan yang layak. Pulau Madura memang dikenal tandus. Bagi para pengembara ini berlaku motto kumpul ora kumpul sing penting mangan.
8. Orang Madura umumnya nggak suka sayur. Mereka terbiasa makan daging, baik daging kambing maupun sapi. Sementara orang Madura kepulauan lebih suka mengkonsumsi ikan. Ketidaksukaan makan sayur ini bisa kita lihat dari makanan khasnya seperti soto madura, sop kaki, sate madura, atau kikil. Bahkan gado-gado ala madura berisi campuran kentang, lontong, sedikit kecambah dan kubis, serta bakso. Mungkin hal ini berhubungan dengan tanah mereka yang kering sehingga cuma bisa ditanami ubi kayu dan jagung.
9. Orang Madura di kepulauan (bukan di pulau Maduranya) ternyata sangat ramah dan membantu. Mereka tak akan membiarkan seorang perempuan berjalan sendirian tanpa tempat tujuan. Begitu tahu Anda berjalan seorang diri, segera mereka menawarkan rumahnya untuk tempat menginap. Dijamin tak ditarik bayaran, bahkan mereka juga akan menjamu Anda dengan kopi dan makan gratis.
10. Orang Madura itu memiliki kemampuan seksual yang luar biasa, karena mereka memiliki jamu kuat yang disebut ramuan madura. Kalau tak percaya klik di sini. Kekuatan di atas ranjang ini sudah kondang dimana-mana. Selain itu perempuan Madura juga pandai menjaga bentuk tubuhnya dengan aneka jamu madura.

Jumat, 01 Januari 2010

tugas etprof

NILAI-NILAI DASAR BUDAYA KERJA
1. KOMITMEN DAN KONSISTEN
2. WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
3. KEIKLASAN DAN KEJUJURAN
4. INTEGRITAS DAN PROFESIONALISME
5. KREATIVITAS DAN KEPEKAAN
6. KEPEMIMPINAN DAN KETELADANAN
7. KEBERSAMAAN DAN DINAMIKA KELOMPOK
8. KETEPATAN DAN KECEPATAN
9. RASIONALITAS (IQ) DAN KECERDASAN EMOSI (EQ)
10. KETEGUHAN DAN KETEGASAN
11. DISIPLIN DAN KETERATURAN KERJA
12. KEBERANIAN DAN KEARIFAN
13. KETEKUNAN DAN KESABARAN
14. KEADILAN DAN KETERBUKAAN
15. ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

KOMITMEN DAN KONSISTEN
Adanya ketepatan visi, misi & tujuan organisasi yang ditetapkan.
Adanya kepastian bahwa visi, misi & tujuan organisasi telah dijadikan acuan dalam menggerakan organisasi.
Adanya pembinaan yang sistematis dari pimpinan dalam membangun komitmen.
Adanya penegakan disiplin yang adil dan konsisten.
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
Adanya ketegasan wewenang dan tanggung jawab.
Adanya kepastian kepatuhan terhadap mekanisme pelaporan.
Adanya ketepatan SOP yang ditetapkan.
Adanya ketepatan dalam pendelegasian wewenang.
Adanya kejelasan sistem reward and punishment.

KEIKLASAN DAN KEJUJURAN
Adanya jaminan dinamika SOP pelayanan.
Adanya penegakkan sistem pengawasan yang efektif.
Adanya perwujudan kesejahteraan aparatur.
Adanya keteladanan pimpinan pada semua level.

INTEGRITAS DAN PROFESIONALISME
Adanya upaya peningkatan kesejahteraan.
Adanya transparansi dalam seleksi/rekruitmen pegawai.
Adanya kepastian, kejelasan dan pembinaan pola karir.
Adanya ukuran kinerja pelayanan yang transparan.

KREATIVITAS DAN KEPEKAAN
Adanya reward & punishment berdasarkan kreativitas & kerajinan.
Adanya jaminan keterbukaan manajemen.
Adanya kebijakan pemberdayaan masyarakat pelanggan.

KEPEMIMPINAN DAN KETELADANAN
Adanya kefahaman terhadap syarat-syarat jabatan.
Adanya kefahaman bagi para pemangku jabatan terhadap pola kepemimpinan dan keteladanan.

KEBERSAMAAN DAN DINAMIKA KELOMPOK
Adanya kesamaan pemahaman terhadap tujuan organisasi.
Adanya pemberdayaan kelompok kerja.
Adanya pemberdayaan sistem pengendalian intern.
Adanya penyesuaian kepentingan individu dgn organisasi.
Adanya kesamaan pemahaman terhadap pentingnya Gugus Kendali Mutu/ Kelompok Kerja.

KETEPATAN DAN KECEPATAN
Adanya kepastian rincian tugas jabatan .
Adanya ketepatan antara pejabat dengan jabatannya.
Adanya kesesuaian antara rencana dan realisasi.
Adanya dukungan teknologi yang tepat.

RASIONALITAS (IQ) DAN KECERDASAN EMOSI (EQ).
Adanya metoda pengujian yang tepat dalam rekuitment.
Adanya dukungan kebijakan dan ketentuan yang jelas.
Adanya keteladanan pemimpin dan kultur yang mendukung.
Adanya dukungan pemimpin dlm pengemb. kecerdasan.
Adanya jaminan program diklat yang sesuai kebutuhan.
Adanya pemahaman yang dinamis terhadap iptek terkini.

KETEGUHAN DAN KETEGASAN
Adanya ketepatan pejabat sesuai dengan keahlian dan pengalamannya.
Adanya kefahaman terhadap SOP yang berlaku.
Adanya kefahaman terhadap nilai-nilai spiritual.
Adanya percontohan keteladanan dari pemimpin dalam bersikap dan berperilaku teguh dan tegas.
Adanya kewaspadaan terhadap sikap-sikap yg merugikan.

DISIPLIN DAN KETERATURAN KERJA
Adanya SOP pada setiap tugas dan pengembanganya.
Adanya perangkat keras pendukung operasional SOP.
Adanya kompensasi penghasilan yang layak.
Adanya standard kinerja yang jelas pada setiap tugas.
Adanya pola promosi dan demosi yang adil.
Adanya kepastian diklat secara periodik.
Adanya apresiasi dari pimpinan terhadap pegawai yang disiplin.

KEBERANIAN DAN KEARIFAN
Adanya perhatian yang tinggi terhadap terwujudnya good governance.
Adanya gerakan yang kuat dan konsisten terhadap penerapan pola hidup sederhana.
Adanya pemberlakuan sistem penilaian kinerja individu dan kinerja unit organisasi yang Obyektif dan kontinue.

KETEKUNAN DAN KESABARAN
Adanya kejelasan sistem merit pada setiap jabatan.
Adanya penetapan sistem target yang konsisten dalam mencapai tujuan.

KEADILAN DAN KETERBUKAAN
Adanya penjatuhan sanksi yang layak dan adil.
Adanya penegakan aturan yang konsisten dan adil.
Adanya gerakan pemberdayaan kontrol masyarakat.
Adanya pemberdayaan sistem pengendalian manajemen.
Adanya peningkatan penghasilan yang disertai dengan penegakan disiplin, pengawasan dan evaluasi kinerja yang obyektif dan transparan.

ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Adanya sikap yang positif terhadap perkembangan IPTEK.
Adanya gerakan penyebarluasan IPTEK dikalangan PEGAWAI / PEJABAT