Sabtu, 20 Juni 2009

UU 15/2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB
KEUANGAN NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan negara,
keuangan negara wajib dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;
b. bahwa untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud pada
huruf a, perlu dilakukan pemeriksaan berdasarkan standar pemeriksaan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b,
perlu dibentuk Undang-undang tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 23 dan Pasal 23E Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4286);
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4355);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN
TANGGUNGJAWAB KEUANGAN NEGARA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan
secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk
menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
2. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disebut BPK, adalah Badan Pemeriksa
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
3. Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK.
4. Pejabat yang diperiksa dan/atau yang bertanggung jawab, yang selanjutnya disebut
pejabat, adalah satu orang atau lebih yang diserahi tugas untuk mengelola keuangan
negara.
5. Lembaga perwakilan adalah DPR, DPD, DPRD Provinsi dan/atau DPRD
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945.
6. Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola
keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.
7. Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah untuk
melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
8. Standar pemeriksaan adalah patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan
pemeriksaan, dan standar pelaporan yang wajib dipedomani oleh BPK dan/atau
pemeriksa.
9. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban sebagaimana ditetapkan
dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 56 ayat (3)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
10. Dokumen adalah data, catatan, dan/atau keterangan yang berkaitan dengan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, baik tertulis di atas kertas atau
sarana lain, maupun terekam dalam bentuk/corak apapun.
11. Opini adalah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat
kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
12. Rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang
ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan
dan/atau perbaikan.

BAB II
LINGKUP PEMERIKSAAN
Pasal 2
(1) Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan
negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara.
(2) BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara.
Pasal 3
(1) Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh
BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
(2) Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan
undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK
dan dipublikasikan.
Pasal 4
(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaskud dalam Pasal 2 terdiri atas pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
(2) Pemeriksaan Keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan.
(3) Pemeriksaan Kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang
terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek
efektivitas.
(4) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
Pasal 5
(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan berdasarkan standar
pemeriksaan.
(2) Standar pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh BPK, setelah
berkonsultasi dengan Pemerintah.

BAB III
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
Pasal 6
Penentuan obyek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan
waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan
dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK.
Pasal 7
(1) Dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran,
dan pendapat lembaga perwakilan.
(2) Dalam rangka membahas permintaan, saran, dan pendapat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), BPK atau lembaga perwakilan dapat mengadakan pertemuan
konsultasi.
Pasal 8
Dalam merencanakan tugas pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1),
BPK dapat mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat.
Pasal 9
(1) Dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern
pemerintah.
(2) Untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), laporan hasil pemeriksaan
intern pemerintah wajib disampaikan kepada BPK.
(3) Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK dapat menggunakan pemeriksa
dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK.
Pasal 10
Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat:
a. meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang
berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara;
b. mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis
barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dari entitas yang menjadi obyek
pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas
pemeriksaannya;
c. melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan
keuangan negara;
d. meminta keterangan kepada seseorang;
e. memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan
Pasal 11
Dalam rangka meminta keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d, BPK
dapat melakukan pemanggilan kepada seseorang.
Pasal 12
Dalam rangka pemeriksaan keuangan dan/atau kinerja, pemeriksa melakukan pengujian
dan penilaian atas pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah.
Pasal 13
Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya
indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.
Pasal 14
(1) Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal
tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur bersama
oleh BPK dan Pemerintah.

BAB IV
HASIL PEMERIKSAAN DAN TINDAK LANJUT
Pasal 15
(1) Pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan setelah pemeriksaan selesai
dilakukan.
(2) Dalam hal diperlukan, pemeriksa dapat menyusun laporan interim pemeriksaan.
Pasal 16
(1) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah memuat opini.
(2) Laporan hasil pemeriksaan atas kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan
rekomendasi.
(3) Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan.
(4) Tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan
rekomendasi pemeriksa, dimuat atau dilampirkan pada laporan hasil pemeriksaan.
Pasal 17
(1) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan oleh
BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima
laporan keuangan dari pemerintah pusat.
(2) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan
oleh BPK kepada DPRD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan
keuangan dari pemerintah daerah.
(3) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(4) Laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai
dengan kewenangannya.
(5) Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan kepada
DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya.
(6) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5)
disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(7) Tata cara penyampaian laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur bersama oleh BPK dan
lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 18
(1) Ikhtisar hasil pemeriksaan semester disampaikan kepada lembaga perwakilan
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan.
(2) Ikhtisar hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan pula
kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah
berakhirnya semester yang bersangkutan.
Pasal 19
(1) Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan,
dinyatakan terbuka untuk umum.
(2) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk
laporan yang memuat rahasia negara yang diatur dalam peraturan perundangundangan.
Pasal 20
(1) Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
(2) Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut
atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
(3) Jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada
BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan
diterima.
(4) BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(5) Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kepegawaian.
(6) BPK memberitahukan hasil pemantauan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester.
Pasal 21
(1) Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan
pembahasan sesuai dengan kewenangannya.
(2) DPR/DPRD meminta penjelasan kepada BPK dalam rangka menindaklanjuti hasil
pemeriksaan.
(3) DPR/DPRD dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.
(4) DPR/DPRD dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak lanjut hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (3).

BAB V
PENGENAAN GANTI KERUGIAN NEGARA
Pasal 22
(1) BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban
bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui ada
kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan negara/ daerah.
(2) Bendahara dapat mengajukan keberatan atau pembelaan diri kepada BPK dalam
waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima surat keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan atau pembelaan dirinya ditolak, BPK
menetapkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian negara/daerah kepada
bendahara bersangkutan.
(4) Tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan
oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah.
(5) Tata cara penyelesaian ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku
pula bagi pengelola perusahaan umum dan perusahaan perseroan yang seluruh atau
paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik
Indonesia, sepanjang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri.
Pasal 23
(1) Menteri /pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota/direksi perusahaan negara dan
badan-badan lain yang mengelola keuangan negara melaporkan penyelesaian
kerugian negara/daerah kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari
setelah diketahui terjadinya kerugian negara/daerah dimaksud.
(2) BPK memantau penyelesaian pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap
pegawai negeri bukan bendahara dan/atau pejabat lain pada kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah.

BAB VI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24
(1) Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban menyerahkan
dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk
kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000, 00
(lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalangi, dan/atau menggagalkan
pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling
banyak Rp 500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang menolak pemanggilan yang dilakukan oleh BPK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 tanpa menyampaikan alasan penolakan secara tertulis
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan atau membuat palsu dokumen yang
diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Pasal 25
(1) Setiap pemeriksa yang dengan sengaja mempergunakan dokumen yang diperoleh
dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 10
melampaui batas kewenangannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap pemeriksa yang menyalahgunakan kewenangannya sehubungan dengan
kedudukan dan/atau tugas pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan /atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Pasal 26
(1) Setiap pemeriksa yang dengan sengaja tidak melaporkan temuan pemeriksaan yang
mengandung unsur pidana yang diperolehnya pada waktu melakukan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam ) bulan dan/atau denda paling banyak Rp
500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi
yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 ( satu) tahun 6 (enam) bulan
dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27
(1) Ketentuan mengenai pemeriksaan atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang ini dilaksanakan mulai sejak pemeriksaan atas laporan
keuangan Tahun Anggaran 2006.
(2) Penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang sedang dilakukan oleh BPK dan/atau
Pemerintah pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada sebelum berlakunya Undangundang
ini.
(3) Tata cara penyelesaian ganti kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (4) dan ayat (5) ditetapkan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah berlakunya
Undang-undang ini.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Pada saat Undang-undang ini berlaku, Instructie en Verdere Bepalingen voor de
Algemene Rekenkamer atau IAR (Staatsblad 1898 Nomor 9 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Staatsblad 1933 Nomor 320) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 29
Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juli 2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MEGAWATI SOEKARNO PUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juli 2004

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 66

Tidak ada komentar:

Posting Komentar